Cradle Mountain, Destinasi Wajib di Tasmania. Sebagus Apa, sih?
Dzaki, Faqih, Aku, Tifani. Mereka masih single, guys :) |
Perjalanan dari
Bridgewater, tempat tinggal kami, menuju Cradle Mountain memakan waktu hampir 4
jam menggunakan mobil. Kami akan naik gunung, turun, lalu naik lagi. Jalannya mengingatkanku
pada Tawangmangu, daerah pegunungan di Karanganyar, Jawa Tengah.
Aneh, aku ini
sudah hampir setengah tahun tinggal di Tasmania, tapi lagaknya masih kayak
turis. Sedikit-sedikit ‘Woooooowwww….’ Sedikit-sedikit ‘Subhanalloh….’ Yang awalnya berpikir perjalanan panjang akan
sangat membosankan, pada kenyataannya aku tidak berhenti menatap keluar
jendela. Memasuki daerah pegunungan, kami disambut kabut tebal yang menghalangi
pandangan. Jalanan berkelok dengan jarak pandang terbatas, mengharuskan mobil
ini sedikit lebih pelan. Memang, hari masih pagi ketika kami pergi. Jangankan
di daerah pegunungan, di kota saja terkadang kabut tebal masih ada sepanjang
pagi.
Perlahan kabut
tebal menghilang. Pemandangan menakjubkan lainnya hadir. Bukan kali pertama aku
melihat perbukitan dengan rumah-rumah kuno yang jarang letaknya. Sapi-sapi menhambur
mencari makan di hamparan rerumputan hijau. Semakin kesana, rumput terlihat
semakin putih dan putih. Lagi-lagi aku bilang WOW. Tak hanya rumput, dahan,
ranting, bahkan atap rumah membeku bak diselimuti salju. Waaaahh… bisa saja
kita bertemu ‘si putih lembut’ ini nanti disana. Percaya nggak, aku belum
pernah megang salju. Kalau lihat, ya pasti pernah dong. Haha
Daerah-daerah yang
kami lewati benar-benar membuatku terjaga. Bukannya ndeso, tapi emang beneran
bagus, lho! Bothwell, Great Lake, Miena semuanya terlihat klasik, dingin, dan
misterius. Mirip seperti rumah-rumah
kuno yang ada di novel atau film klasik Eropa. Eh, itu ndeso ya? Biarin, deh! :D
Perjalanan kami
agak mengular karena berhenti mencari toilet umum di daerah Great Lake. Kami
menemukan pom bensin kecil yang sepi dengan toko dibelakangnya. Ada dua anjing
besar yang menyambut kami setelah turun mobil, membuntuti sampai toilet. Aku dan
temanku sampai hampir terpleset karena lari menghindarinya. Waktupun mengular
lagi, sebab sehabis buang air kecil kami malah sibuk foto. Yaaaa gimana ya…
bagus banget sih.
depan pom bensin |
Sesampai di
gerbang masuk National Park, kami cukup mengeluarkan National Park Pass
dari dalam mobil lalu mengarahkannya ke kamera agar bisa masuk ke dalam. Namun sayang,
kamera tidak mengenalinya sehingga kami harus menuju Tourist Information
Centre untuk menanyakan hal ini.
Kami putar balik
untuk menuju kesana. Petugas menyarankan untuk memperpanjang masa berlaku atau
membayar per orangnya. Sayang sekali. Padahal masa berlakunya masih ada. Tapi,
yasudahlah -_-
Ada dua opsi
yang bisa kami pilih. Membayar sesuai dengan jumlah orang, atau memperpanjang
masa berlaku. Mau tidak mau kami harus ikut rombongan tour bus dengan membayar
$16.50 per orang. Tapi, karena kami sebelumnya sudah pernah punya National Park
pass, maka harga menjadi $9 per orang. Harga ini sudah termasuk perpanjangan
masa berlaku selama 8 minggu kedepan.
Akan ada tour
bus yang membawa rombongan wisatawan setiap 20 menit. Penuh atau tidak,
mereka tetap jalan. Dove Lake adalah tempat pemberhentian yang kami ingn tuju. Sebelum
menuju kesana, ada juga 3 pemberhentian yang nggak kalah keren. Tapi kami
enggan turun satu persatu, mengingat hari itu jam sudah menunjukkan pukul 2PM. Sedangakan
bus terakhir untuk menuju information centre adalah pukul 4PM.
Tour guide
dalam bus adalah supir bus itu sendiri. Sepanjang perjalanan, tidak ada penumpang
yang berbicara karena khusyuk mendengarkan penjelasannya. Jalanan menuju Dove
Lake sempit dan berliku. Kalau bertemu bus dari lawan arah, salah satu dari
kami harus mengalah.
Setelah 20
menit, sampailah kami di tujuan, Dove Lake! Kami menghambur cepat begitu bus
berhenti. Aku berlari seperti anak kecil kearah danau seperti anak kecil yang
habis ditinggal ibunya ke toilet. Aku…aku… rasanya seperti mimpi. Menyaksikan
keindahan ciptaan sang Kuasa didepan mata, mengingatkanku akan satu tempat yang
selama ini aku impikan, Swiss!!!
tiket bus |
Tau nggak,
Tasmania punya julukan Switzerland of the South. Belum jelas siapa yang memberi
julukan tersebut, tapi yang pasti keduanya memang mirip. Danau berarir bening
dikelilingi padang ilalang dan dipeluk gunung-gunung berpuncak lancip ini,
walau tak persis namun sama dengan yang ada di Swiss. Sayang, suhu -1o saat
itu ternyata tak cukup dingin untuk menghasilkan salju. Eh, tapi ada salju
sedikit diujung gunungnya. Pertengahan Juli hingga awal Agustus, bisa jadi
moment yang pas buat kalian kemari yang ingin main salju. Tak puas melihat dari bawah, kami mencoba
mendaki sepuluh menit menuju Lookout point. Dan, inilah hasilnya.
pemandangan dari look out point |
Cradle mountain
emang salah satu wisata primadona kalau kalian ke Tasmania. Buat yang pingin
main salju, cek selalu weather forecast setempat. Pastikan ada gambar
salju dihapemu biar nggak kecewa kalau sudah sampai sini. Persiapkan perlengkapan
seperti jaket tebal yang anti air, sepatu khusus, celana (jangan cotton atau
denim), sarung tangan, camilan, dan air minum. Sebelum berangkat, jangan lupa
isi bensin dulu rek. Kalau kalian pakai rute punyaku, Cuma ada dua pom bensin
sepanjang perjalanan, di daerah Bothwell dan Great Lake. Happy Winter Holiday!